RONGKONG DIPATOKKONA BALIRANTE
Hubungan Rongkong dan Kedatuan Luwu telah ada sejak turun temurun dan lebih dipertegas oleh Datu Luwu (Iskandar Daeng Pali Petta Matinro Eri Matekko) bahwa "Rongkong di Patokkona Balirante" yang artinya Rongkong mempunyai kedudukan sebagai daerah istimewa (Otonom) yang bertanggung jawab kepada Datu, "Rongkong Dipoulunna Wara Salangka, Matandena Luwu, Dipasibali Lemba, Dipasitintin Pambawa", bahwa Rongkong adalah bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dengan kerajaan Luwu, kalaupun tenggelam maka akan sama-sama tenggelam, kalaupun terapung maka akan sama-sama terapung. Tercacat dalam naskah mitologi I Lagaligo menyebut bahwa hubungan pertalian darah antara Rongkong dan Luwu berasal dari tokoh yang agung bernama Lamarancina yang dianggap sebagai kakak tertua sepupu satu kali dari Sawerigading (Sampu Pissa Malabi'na), karena dianggap sebagai kakak tertua atas kesepakatan bersama sehingga Lamarancina diposisikan di dataran tinggi (pegunungan), atas kesepakatan itu Lamarancina beserta pengikutnya menelusuri sepanjang aliran sungai Rongkong dan menemukan tempat yang kemudian hari diberi nama "Tiroan Rongkong" nama ini diberikan oleh Lamarancina karena rasa syukurnya melihat wilayah yang dia temui sehingga mengatakan "Sukku Marongko'na Tondokku" yang artinya "Sempurna Karunia Yang Diberi Kepada Wilayahku". Lamarancina sendiri diyakini masyarakat Suku Rongkong sebagai To Manurun, namun berbeda dari sudut pandang orang lain, masyarakat Suku Rongkong sendiri meyakini bahwa To Manurun Lamarancina berasal dari negeri yang jauh yang peradabannya lebih maju dibandingkan masyarakat yang ada dijazirah Sulawesi yang menjelajah kemudian terdampar di Tana Luwu.
Setelah fase Lamarancina terputus, maka munculah fase ke kedua leluhur Suku Rongkong yang diketahui datang dari arah barat menelusuri sepanjang perairan sungai Karama menuju ke hulu sungai dan tibalah di kampung Tiroan Rongkong, dari kampung Tiroan Rongkong ini disebutkan leluhur Suku Rongkong bernama "To Mellao Langi To Songlo To Ibonaran" yang mempersunting "Tandek Bilik (Kondai Langi)" dan mempunyai anak bernama "Tinting Langi" yang mempersunting "Bentoen Tasak" dan mempunyai anak bernama "Tulak Langi" yang mempersunting "Kembong Bura" dan mempunyai anak bernama "Pong Mula Tau" yang mempersunting "Sanda Bilik" dan mempunyai anak bernama "Puang Paleang" yang mempersunting "Rappang Langi" dan mempunyai anak bernama "Manglupi" yang mempersunting "Sorak Bulan" dan mempunyai anak bernama "Sanda Boro" yang mempersunting "Bu'tu Tasak" dan mempunyai anak bernama:
1. Lalong Matua/Pua Lalong (Di Tiroan)
2. Tolumeling Buntu
3. Lakipadada (Ke Makale)
4. Tapandorra (Ke Mandar/Balanipa)
5. Lando Uttu/Usuk Sabanda (Ke Sinjai)
6. Lando Beluek (Ke Gowa)
Dari ke enam saudara/i ini menyebar ke berbagai wilayah. Berlanjut ke fase ke tiga oleh "Lalong Matua" yang menjadikan awal mulanya ada hubungan afiliasi antara Rongkong dan Baebunta yang mana dalam sejarahnya Lalong Matua bersama dengan sahabatnya Pong Soe yang berasal dari Lemo Tua telah berhasil menolong Makole Baebunta dan masyarakatnya dari pemberontakan Tariando dan Sipantu yang dikenal berasal dari kerajaan Tompotika, dalam kisahnya diceritakan bahwa Makole Baebunta mengutus orangnya untuk meminta pertolongan kepada Pua Lalong dan Pong Soe, atas permohonan Makole Baebunta maka Pua Lalong dan Pong Soe melakukan pencarian terhadap Tariando dan Sipantu maka bertemulah mereka di tepian sungai Rongkong yang kemudian hari dikenal dengan kampung Lena, dalam pertarungan ini Pua Lalong dan Pong Soe berhasil menaklukan Tariando dan Sipantu, atas jasa itu maka Makole Baebunta mempersilahkan Pua Lalong untuk menandai wilayahnya dengan menggunakan sumpit yang batasnya meliputi:
•Umpoulu Berada (batas sebelah barat di buntu Berada Seko)
•Umpolatte Patila (batas sebelah Utara daerah bernama Patila)
•Umpopani Landung Sengkong (batas sebelah Timur Salu Banga batusitanduk)
•Umpokapa-kapa Awo Madandan (batas sebelah Selatan di Madandan Toraja)
Dari "Lalong Matua" yang kemudian mempersunting "Patodean Manik" dari Dari "Lalong Matua" yang kemudian mempersunting "Patodean Manik" dari Lemo Tua dan mempunyai anak disebut "Lalong 2" yang mempersunting "Ampangan" dan mempunyai anak disebut "Lalong Mangngura" yang mempersunting "Embong Bulan" dan mempunyai anak bernama:
1. Lalong RI Gassing (Ke Endrekan/Toraja)
2. Lalo-Lalo/Sendana Lalong (Tiroan)
3. Tandi Abe (Ke Tabang)
4. Wakaka (Ke Sulteng)
Dari ke empat saudara ini menyebar ke masing-masing wilayah, kemudian berlanjut ke "Lalo-Lalo/Sendana Lalong" yang mempersunting "Rampan Banne" dan mempunyai anak bernama:
1. Pakondongan (Ke Buka)
2. Busa Ulu (Ke Salupaku)
3. Pauntaran (Ke Malimbu)
4. Padokean (Ke Pongko)
5. Pande Tua (Ke Makki Kalumpang)
6. Tolalin (Ke Lena)
7. Lando Beluak (Ke Baebunta)
8. Indo Sandataunna (Ke Makki Kalumpang)
Dari kedelapan saudara/i ini menyebar dan masing-masing membuat perkampungan. Untuk mengenang kedelapan bersaudara ini maka diabadikan dalam tenunan kain Rongkong yang dikenal dengan nama "Tannun Ulu Karua".
Berlanjut ke "Pakondongan" yang menjadi cikal-bakal katomokakaan di Buka:
- Tomakaka Paontonan
- Tomakaka Sumpi
Tomakaka Sumpi ini yang mempunyai keturunan bernama:
1. Tomakaka Malua
2. Tomakaka Madaun (Nek Bulu)
Tomakaka Malua mempunyai keturunan bernama:
1. Tomakaka Buloko
2. Tanete
Tomakaka Buloko adalah cikal-bakal katomokakaan di Uri, sedangkan Tanete adalah cikal bakal Matua Tanete.
Berlanjut ke Tomakaka Madaun (Nek Bulu) yang menjadi cikal-bakal katomokakaan Kanandede.
Demikianlah sejarah dan silsila keturunan masyarakat Rongkong pada umumnya.
Masyarakat Adat Suku Rongkong Sebelum Tahun 1953
Berbicara mengenai masyarakat adat Suku Rongkong berarti tidak terlepas dari asal usul masyarakat adat Rongkong. masyarakat adat Rongkong pada umumnya adalah Suku pribumi Tana Rongkong itu sendiri, menurut legenda masyarakat adat Rongkong, nama Rongkong berasal dari kata Marongko yang artinya Anugrah/Karunia. Pemangku adat Suku Rongkong sendiri bergelar Tomakaka, Matua, Pongngarong dan Tosiaja, lalu beberapa pemangku adat lainnya. Pelanjut Tomakaka di Tana Rongkong tidaklah diberikan begitu saja, tetapi harus melalui prosesi atau tahapan yang menjadi aturan yang wajib untuk pengangkatan seorang Tomakaka di wilayah adat Rongkong Ilan Batu seperti Sa'sese Tana Kanan Lelua, Kanandede adalah tempat asal katomakakan, antara lain: Kanandede, Kalotok, Limbong dan Pongtattu. Sedangkan wilayah adat Rongkong Sa'piak Tana To Ulu Salu, antara lain: Buka, Uri dan Omboan. Bukti lain yang menjadikan Kanandede sebagai wilayah katomakakan adalah adanya Mana' berupa Kabusungan atau pusaka pemberian Datu pada tahun 1426 sampai tahun 1541 untuk Tomakaka Kanandede pada saat itu berupa Reto, Tali Toding serta Ulu Buaja, amanah itu diberikan kepada pendahulu Nek Malotong bernama Pong Madaun dari beberapa amanah tersebut dua diantaranya sudah raib yaitu Tali Toding dan Reto, sedangkan Ulu Buaja masih tersimpan aman oleh keturunan Tomakaka Kanandede hingga saat ini, Reto adalah sejenis pedang Pinai, senjata perang bertahtakan gading dengan rambut manusia sebagai hiasannya, Tali Toding adalah sejenis mahkota berhiaskan emas dan perak, keduanya sudah raib dan tidak diketahui kemana rimbanya, yang memegangnya saat itu adalah Simpuru, putra Tomakaka Kallang dan masih sempat diperlihatkan kepada masyarakat, salah satunya Almarhum Tomakaka Kanandede Bahar Talakun pada tahun 1950an sebelum terjadinya masa pendudukan DI/TII di wilayah Rongkong, Ulu Buaja adalah potongan batok kelapa dari seekor buaya yang telah membatu, dan konon karena Ulu Buaja inilah menjadi dasar kepercayaan masyarakat adat Suku Rongkong sebagai salah satu perekat persaudaraan dan perjanjian (Talli) dengan buaya yang ada di sungai Rongkong dan juga buaya lainnya. Adapun sanak famili dari anak atau saudara Tomakaka yang tidak menjabat sebagai Tomakaka, status mereka hanya sebagai To Iparengnge atau status bangsawan dan bila mereka melanggar adat dan budaya, status mereka turun menjadi masyarakat biasa bahkan apabila ada person yang melakukan perbuatan yang tercela dimasyarakat statusnya secara person berubah menjadi masyarakat tingkat terendah (Kaunan). Perlu diketahui bahwa pengangkatan Tomakaka tidak boleh ganjil, melainkan harus berpasangan (Sisamba) dan itu diberlakukan wajib disetiap wilayah adat katomakakaan yang ada diwilayah adat Tomakaka Rongkong Ilan Batu Kanandede dan Buka. Dengan adanya silsila yang jelas, maka teranglah cerita para tetua di Tana Rongkong bahwa secara kekerabatan dan pembagian wilayah Tana Rongkong Ilan Batu terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah Bua Patondokan yang berhulu di Kali Bua Lellua dan Ulu Salu. Dikali Bua Lellua terdiri dari: Kanandede, Kalotok, Salukanan, Nase, Eke, Karondang, Balannalu, Komba, Minanga, Manganan, Kawalean, Salurante dan Limbong, dari sekian wilayah oleh para tetua Kanandede hanya mengakui 4 wilayah adat katomakakaan pada awalnya yaitu; Kanandede, Kalotok, Pongtattu dan Limbong. Selain dari ke 4 wilayah itu hanya diakui sebagai Tondok Matua. Dan untuk wilayah yang berhulu di Ulu Salu yaitu terdiri dari: Buka, Uri, Omboan, Ponglegen, Balombong, Buntu, Mariri, Luwarang, Tanete. Untuk tetua Ulu Salu Buka hanya mengakui 3 wilayah katomakakaan yaitu; Buka, Uri dan Omboan. Selain dari ke 3 wilayah katomakakan, yang lain diakui sebagai Tondok Matua.
Secara umum wilayah adat Rongkong sangatlah luas, antara lain:
1. Rongkong Atas (Kanan Lellua) Tana Masakke Lipu Maraninding.
2. Rongkong Lamban Lian (seberang sungai Rongkong) disebut Sulingna' Rongkong.
3. Rongkong Lamban Mai (Buangin Tarue, Siteba dan Lemo Tua) sebagai Teppo' na Rongkong, Kawatang'na Salu Kasalle.
Dari sejarah umum Kedatuan Luwu telah dikenal istilah Tulak Tallu, Tulak Tallu adalah kata istilah yang mempunyai makna dan persatuan secara umum di Tana Luwu, dari istilah Tulak Tallu tersebut dapat diuraikan sebagai berikut; Tana Luwu Tana Manurun mempunyai Ada' Pitu, pemangku adat tersendiri yang terdiri dari:
1. Pincara Malili
2. Pincara Wotu
3. Galleran Tammuku
- Arung Kawu-Kawu
- To makaka Patila
4. Arung Malangke
5. Makole Baebunta
6. Palempang Walenrang
7. Puang Ri Sangalla
Serta mempunyai Pangadaran Pitu tersendiri yaitu Tomarilalan yang terdiri dari:
1. Patunru
2. Tomaraja
3. Pabicara
4. Balirante
5. Madika Bua
6. Madika Ponrang
7. Makole Baebunta
Makole Baebunta Tana Malabi mempunyai Ada' Pitu tersendiri yang terdiri dari:
1. Tomakaka Patila
2. Tomakaka Tamboke
3. Tomakaka Lampuawa
4. Tomakaka Uraso
5. Pabicara Baebunta
6. Lumolang Sassa
7. Balailo Pakussu
Sedangkan Rongkong To di Patokkona Balirante (Wilayah Otonom atau Daerah Istimewa). Tana Rongkong Tana Masakke Lipu Dipomaraninding, Tana Dipoulunna Wara Salangka Matandena Palopo, Tana Dipasibali Lemba Dipasitintin Pambafa, Nabala Pitu Tomakaka Tidandan Naisungngi Tallu Pangngulu Kada Tilaweran, adapun tujuh Tomakaka Tidandan yang dimaksud adalah:
1. Tomakaka Pawawa atau sebutan lain Tomakaka Kanandede
2. Tomakaka Buka
3. Tomakaka Kalotok
4. Tomakaka Siteba
5. Tomakaka Pararra
6. Tomakaka Tandung
7. Tomakaka Salupaku
Sedangkan kata Naisungngi Tallu Pangngulu Kada Tilaweran terdiri dari:
1. Pangngulu Kada Buangin Tarue sebagai Teppona Tana Rongkong Kawatangna Salu Kasalle
2. Pangngulu Kada Malimbu sebagai Lolongna Welo Kallona Mapia
3. Pangngulu Kada Lena sebagai Indukna Rongkong To Isungngi Babana Rongkong To Untadokkoi Papoadi'na Tana Masakke Lipu Dipomaraninding. Tana Rongkong Tana Masakke Unampui Pangadaran Pitu Sikambi Uwai Rede Sitaranak Kali Bua Lellua. Demikian diceritakan tentang keberadaan Suku Rongkong.
Sumber :
FB : pangulu kada dan Haidir Khasamock
Fans page: @suku Rongkong
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-2882755572371747"
crossorigin="anonymous"></script>
Komentar
Posting Komentar